Foto : (Kiri ke Kanan) Presiden Mesir Hosni Mubarak, Perdana Israel Menteri Benjamin Netanyahu, Presiden Amerika Barack Obama, Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan Raja Yordania Abdullah II di Gedung Putih tanggal 1 September 2010 (Photo : TIM SLOAN/AFP/Getty Images)
Netanyahu, Abbas & Hamas, Janganlah Berpolitik Setengah Hati Demi Perdamaian Sejati
Jakarta 8/10/2010 (KATAKAMI) – Ada yang cukup menarik untuk disimak berkaitan dengan bulan Oktober ini.
Sejumlah pemimpin dunia tercatat merayakan ulangtahunnya di bulan Oktober.
Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin berulang tahun tanggal 7 Oktober.
Perdana Menteri Inggris David Cameron berulang tahun tanggal 9 Oktober.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berulang tahun tanggal 21 Oktober.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Rodham Clinton berulang tahun tanggal 26 Oktober.
Dan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad berulang tahun tanggal 28 Oktober.
Yang lebih menarik lagi, nama-nama para pemimpin yang berulang tahun di bulan Oktober ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya dalam permasalahan yang sama yaitu Perdamaian Timur Tengah.
Putin atas nama Rusia termasuk dalam kelompok Kwartet ( PBB, Amerika, Rusia dan Uni Eropa ) yang mendesak perpanjangan pembekuan pembangunan perumahan di Tepi Barat ( West Bank ).
David Cameron atas nama Inggris sudah sejak awal menekankan pentingnya kedua belah pihak yaitu Israel dan Palestina harus sama sama mengkondisikan situasi di wilayah masing-masing agar perdamaian itu bisa terlaksana. Inggris juga sangat jelas meminta agar Israel memperpanjang pembekuan perumahan di Tepi Barat.
Hillary Clinton atas nama Amerika Serikat adalah pihak yang paling aktif berperan menjalin komunikasi (bahkan menggelar pertemuan) dengan pihak Israel dan Palestina untuk meneruskan peta jalan menuju perdamaian di Timur Tengah.
Benjamin Netanyahu yang biasa dipanggil Bibi, adalah sentral dari sorotan dunia akhir-akhir ini.
Ia yang mewakili Israel untuk berunding kesana kemari.
Ia juga yang kini memegang kendali di kabinetnya.
Ia yang paling dicari oleh para pemimpin dunia jika ada seruan, kecaman dan desakan internasional menyangkut perilaku atau penyimpangan yang ditudingkan ke muka Israel.
Lalu Mahmoud Ahmadinejad, inilah satu-satunya pemimpin dunia yang paling tidak takut kepada Israel. Lawan tangguh bagi Israel di hadapan warga dunia saat ini adalah Iran.
Ahmadinejad tak segan-segan mengejek Benjamin Netanyahu dalam beberapa kali kemunculannya di media asing bertaraf internasional.
Menyangkut rencana pembangunan perumahan di Tepi Barat yang sudah berakhir masa MORATORIUM-nya per tanggal 26 September lalu, menjadi topik paling hangat dibahas dunia internasional.
Palestina mengancam akan keluar dari perundingan damai jika pembangunan itu dilanjutkan oleh Pemerintah Israel.
Ancaman ini dijawab oleh Israel melalui Sang Perdana Menteri yaitu Bibi Netanyahu agar Palestina tidak keluar dari perundingan damai itu.
Dengan gaya diplomasi yang bersayap, Bibi Netanyahu menegaskan bahwa pembangunan itu akan tetap dilanjutkan tetapi Israel “sungguh-sungguh ingin” berdamai dengan Palestina.
Pasca berakhirnya MORATORIUM pembangunan perumahan di Tepi Barat, Bibi Netanyahu belum pernah berbicara secara langsung dan terbuka kepada media massa.
Apa yang dilakukannya atau apa yang dibicarakannya kepada sejumlah pihak untuk menyelamatkan perundingan damai itu, hanya bisa diketahui media massa sepotong-sepotong saja.
Foto : PM Benjamin Netanyahu
Sikap tertutup Bibi Netanyahu memang dapat dipahami.
Dia menjadi sorotan dunia.
Kalau disorot untuk hal-hal kinclong bak selebriti perfilman Holywood sih tidak apa-apa.
Tapi Bibi disorot karena mayoritas pemimpin dunia seakan memihak pada Palestina dengan satu penekanan yang sama yaitu hentikan pembangunan di Tepi Barat alias perpanjanglah masa MORATORIUM sampai paling tidak 2 bulan ke depan.
Amerika Serikat dikabarkan telah meminta kepada Israel agar perpanjangan MORATORIUM itu dilakukan sampai paling tidak 2 bulan ke depan.
Namun Bibi sebagai tokoh sentral dari semua perundingan damai ini sangat sulit ditebak.
Kematangannya dalam berpolitik dan pengalamannya sebagai pemimpin tak bisa diremehkan oleh siapapun.
Kalau tak cermat mengamati gaya berpolitik Bibi maka akan sangat sulit memahami ke arah mana gerakan politik itu sedang dibawa oleh pemimpin Partai Likud ini.
Bibi ditempatkan pada 2 persimpangan jalan yaitu tunduk pada tekanan asing ( dunia internasional ) atau memihak pada kepentingan rakyatnya.
Karier politik Bibi yang mengantarkan dirinya bisa kembali memimpin sebagai Perdana Menteri sejak tahun 2009 lalu, sesungguhnya diharapkan untuk sepenuh-penuhnya memihak, mengedepankan dan mengutamakan kepentingan bangsa, negara dan rakyatnya sendiri.
Untuk itulah dia dipilih sebagai Perdana Menteri.
Kembalinya Bibi ke kursi Perdana Menteri di tahun 2009 lalu memang sangat dilematis.
Ia harus menerima permasalahan berat terkait serangan militer Israel ke Gaza di akhir bulan Desember 2008.
Tragedi ini membuat Israel harus rela mendapat stigma sebagai penjahat perang.
Foto : Presiden Barack Obama
Kemudian Bibi harus mengimbangi irama politik Washington dibawah kepemimpinan Barack Obama yang ingin agar Negara Palestina segera terbentuk.
Belum kelar urusan perundingan damai, dalam era kepemimpinan Bibi jugalah Israel harus mendapatkan cobaan berikutnya yaitu Tragedi Mavi Marmara pada bulan Mei 2010 lalu.
Lagi-lagi, Israel harus rela mendapat kecaman, caci-maki dan gebukan dari dunia internasional atas serangan militernya ke Kapal Kemanusiaan yang berencana membawa bantuan untuk rakyat Palestina di Gaza.
Kini problem berat kembali harus diselesaikannya.
Israel didesak untuk memilih, tetap melanjutkan pembangunan perumahahan itu demi kepentingan rakyatnya sendiri, atau mengikuti tekanan dunia internasional demi mewujudkan cita-cita lama dari seluruh bangsa yang mendukung berdirinya Negara Palestina.
Jika Israel mengikuti tekanan dunia internasional maka bisa dipastikan ribuan rakyatnya akan luntang-lantung menunggu penyelesaian pembangunan rumah mereka di kawasan yang sangat bermasalah yaitu dibangun diatas tanah sengketa dengan Palestina.
Bahkan jika Israel memenuhi permintaan Washington untuk menunda pembangunan itu sampai 2 bulan ke depan maka bisa dipastikan juga bahwa pada perayaan NATAL nanti, ribuan pemukim YAHUDI di Tepi Barat akan merasakan kesedihan mendalam menyambut datangnya Natal tanpa bisa memiliki perumahan.
Sebab tak mungkin ribuan pemukim YAHUDI ini ditampung di rumah Perdana Menteri Netanyahu sampai seluruh proses perundingan perdamaian itu selesai dilakukan.
Foto : PM Netanyahu (kiri) & Presiden Shimon Peres
Memang sangat berat tanggung-jawab yang harus dipikul Bibi di masa kepemimpinannya kali ini.
Tapi disitulah dituntut kemampuannya yang lebih “sempurna” untuk menyelesaikan masalah demi masalah.
Israel tidak boleh menepuk dada tanda kesombongan.
Kehebatan nuklir milik Israel, kecanggihan peralatan militer milik IDF, kehebatan dinas rahasia Mossad atau kuatnya kekerabatan Bangsa YAHUDI di seluruh dunia, tidak akan ada artinya jika Israel dianggap tak bisa hidup berdampingan negara Palestina.
Israel juga tak boleh sangat amat keras memberikan balas atau serangan ke Palestina yang sering kali mengorbankan warga sipil, perempuan dan anak-anak Palestina.
Israel harus bisa lebih manusiawi.
Sebab pada faktanya semua dukungan internasional memang terus mengalir ke Palestina.
Sebab di Palestina, sudah begitu banyak darah dan airmata yang mengalir, terutama karena sudah begitu banyak nyawa yang berterbangan secara sia-sia.
Dunia internasional hanya ingin Negara Palestina itu bisa terbentuk secepatnya sehingga lika-liku perundingan damai jangan sampai tersandung oleh kerikil-kerikil tajam.
Dunia internasional seakan menutup mata pada tingginya resiko yang harus ditanggung oleh Israel jika mereka melonggarkan atau membuka blokade di Jalur Gaza.
Kenyataan bahwa Israel hidup berdampingan secara sangat amat “dekat” dengan Hamas yang bersenjata , seakan dianggap tak berarti apa-apa oleh dunia internasional.
Standar ganda diberlakukan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa.
Hamas tetap dinyatakan sebagai kelompok atau organisasi TERORIS dan ketentuan yang menyatakan Hamas adalah TERORIS belum dicabut oleh PBB sampai dengan saat ini ).
Kasarnya, dunia internasional mengharuskan Israel bisa dan mau hidup berdampingan dengan KELOMPOK TERORIS.
Pertanyaannya, siapa sebenarnya yang mau dibela dan dipentingkan oleh PBB dan komunitas internasional yang merasa sangat mencintai BANGSA PALESTINA di Jalur Gaza ?
Foto : Sayap militer HAMAS tanggal 6 Oktober 2010 di Gaza ( Getty Images)
Ketentuan yang mengatakan Hamas adalah ORGANISASI TERORIS itu menjadi kerikil utama yang akan terus menerus menjadi batu sandungan dalam setiap proses perdamaian antara Israel dan Palestina.
Cabut dulu ketentuan itu !
PBB, Amerika dan semua pihak yang beramai-ramai mengatakan bahwa HAMAS adalah ORGANISASI TERORIS harus segera mencabut ketentuan itu.
Setelah dicabut, libatkan Hamas dalam proses perundingan damai.
Dan kalau ketentuan itu dicabut, PBB dan komunitas internasional lainnya bisa ikut mengontrol Hamas agar jangan lagi melakukan berbagai provokasi berbentuk apapun ke wilayah Israel.
Diterapkan ketentuan bahwa Hamas adalah ORGANISASI TERORIS menjadi pembenaran bagi dunia bahwa yang namanya organisasi teroris tidak boleh diajak berunding secara langsung.
Keadaan seperti ini sudah harus diakhiri.
Hentikan tekanan yang sangat berlebihan kepada Israel.
Jangan hanya Israel yang terus menerus dicaci-maki dan dilempari dengan seribu satu macam tuntutan sangat sinis.
Lanjutkanlah proses damai dengan langkah-langkah yang sangat berarti.
Dan pastikanlah prajurit GILAD SHALIT yang sejak tahun 2006 lalu ditawan oleh HAMAS, bisa segera dibebaskan.
Membebaskan satu orang tawanan saja, kok sangat sulit sekali.
Heran, entah dimana letak kendala pembebasan prajurit yang malang ini.
Jadi sekali lagi yang perlu ditekankan disini kepada Perserikatan Bangsa Bangsa, cabutlah ketentuan bahwa Hamas adalah organisasi TERORIS.
Kemudian setelah ketentuan itu dicabut atau dianulir, desaklah semua kekuatan di Palestina untuk bersatu dan selalu SATU SUARA dalam diplomasi luar negeri mereka.
Dan negara manapun yang memberikan sumbangan keuangan kepada PALESTINA, pastikanlah bahwa sumbangan itupun bisa dibagi rata dengan pihak Hamas.
Kondisi keuangan Hamas yang perlahan-lahan dibuat membaik, pasti akan sangat berpengaruh untuk kesejahteraan rakyat mereka di Jalur Gaza.
Hamas juga harus diberi pengertian bahwa mereka sudah tidak boleh lagi melemparkan mortar, granat atau apapun yang mengandung “BAHAN PELEDAK” ke wilayah Israel.
Sebab, maaf-maaf kata, Israel ini adalah sebuah negara yang kadar kegilaannya lumayan tinggi.
Inilah negara yang paling tidak bisa digertak atau ditakut-takuti oleh pihak manapun.
Tetapi itikat baik Israel untuk mau diundang dalam forum-forum dialog perdamaian, harus dimanfaatkan oleh semua pihak.
Jadi, singkat kata, semoga di hari baik dan bulan baik dari para pemimpin dunia yang berulang tahun di bulan Oktober ini, akan memberikan pertanda yang baik juga untuk perundingan damai antara Israel dan Palestina.
Terutama untuk Perdana Menteri Netanyahu.
Happy Birthday, Bibi.
Lanjutkanlah gerakan perdamaian itu secara nyata dan tanpa kepalsuan apapun di permukaan kehidupan ini.
Tak akan ada artinya kalau Perdana Menteri Netanyahu mengulangi penegasannya bahwa ia ( dan Israel ) sungguh-sungguh ingin berdamai.
Bibi harus mengingat satu hal bahwa “ DUNIA PERLU BUKTI, BUKAN JANJI”.
Buktikanlah bahwa perdamaian itu bukan cuma sekedar ILUSI.
יום הולדת שמח
(MS)
Namun Bibi sebagai tokoh sentral dari semua perundingan damai ini sangat sulit ditebak.
Kematangannya dalam berpolitik dan pengalamannya sebagai pemimpin tak bisa diremehkan oleh siapapun.
Kalau tak cermat mengamati gaya berpolitik Bibi maka akan sangat sulit memahami ke arah mana gerakan politik itu sedang dibawa oleh pemimpin Partai Likud ini.
Bibi ditempatkan pada 2 persimpangan jalan yaitu tunduk pada tekanan asing ( dunia internasional ) atau memihak pada kepentingan rakyatnya.
Karier politik Bibi yang mengantarkan dirinya bisa kembali memimpin sebagai Perdana Menteri sejak tahun 2009 lalu, sesungguhnya diharapkan untuk sepenuh-penuhnya memihak, mengedepankan dan mengutamakan kepentingan bangsa, negara dan rakyatnya sendiri.
Untuk itulah dia dipilih sebagai Perdana Menteri.
Kembalinya Bibi ke kursi Perdana Menteri di tahun 2009 lalu memang sangat dilematis.
Ia harus menerima permasalahan berat terkait serangan militer Israel ke Gaza di akhir bulan Desember 2008.
Tragedi ini membuat Israel harus rela mendapat stigma sebagai penjahat perang.
Foto : Presiden Barack Obama
Kemudian Bibi harus mengimbangi irama politik Washington dibawah kepemimpinan Barack Obama yang ingin agar Negara Palestina segera terbentuk.
Belum kelar urusan perundingan damai, dalam era kepemimpinan Bibi jugalah Israel harus mendapatkan cobaan berikutnya yaitu Tragedi Mavi Marmara pada bulan Mei 2010 lalu.
Lagi-lagi, Israel harus rela mendapat kecaman, caci-maki dan gebukan dari dunia internasional atas serangan militernya ke Kapal Kemanusiaan yang berencana membawa bantuan untuk rakyat Palestina di Gaza.
Kini problem berat kembali harus diselesaikannya.
Israel didesak untuk memilih, tetap melanjutkan pembangunan perumahahan itu demi kepentingan rakyatnya sendiri, atau mengikuti tekanan dunia internasional demi mewujudkan cita-cita lama dari seluruh bangsa yang mendukung berdirinya Negara Palestina.
Jika Israel mengikuti tekanan dunia internasional maka bisa dipastikan ribuan rakyatnya akan luntang-lantung menunggu penyelesaian pembangunan rumah mereka di kawasan yang sangat bermasalah yaitu dibangun diatas tanah sengketa dengan Palestina.
Bahkan jika Israel memenuhi permintaan Washington untuk menunda pembangunan itu sampai 2 bulan ke depan maka bisa dipastikan juga bahwa pada perayaan NATAL nanti, ribuan pemukim YAHUDI di Tepi Barat akan merasakan kesedihan mendalam menyambut datangnya Natal tanpa bisa memiliki perumahan.
Sebab tak mungkin ribuan pemukim YAHUDI ini ditampung di rumah Perdana Menteri Netanyahu sampai seluruh proses perundingan perdamaian itu selesai dilakukan.
Foto : PM Netanyahu (kiri) & Presiden Shimon Peres
Memang sangat berat tanggung-jawab yang harus dipikul Bibi di masa kepemimpinannya kali ini.
Tapi disitulah dituntut kemampuannya yang lebih “sempurna” untuk menyelesaikan masalah demi masalah.
Israel tidak boleh menepuk dada tanda kesombongan.
Kehebatan nuklir milik Israel, kecanggihan peralatan militer milik IDF, kehebatan dinas rahasia Mossad atau kuatnya kekerabatan Bangsa YAHUDI di seluruh dunia, tidak akan ada artinya jika Israel dianggap tak bisa hidup berdampingan negara Palestina.
Israel juga tak boleh sangat amat keras memberikan balas atau serangan ke Palestina yang sering kali mengorbankan warga sipil, perempuan dan anak-anak Palestina.
Israel harus bisa lebih manusiawi.
Sebab pada faktanya semua dukungan internasional memang terus mengalir ke Palestina.
Sebab di Palestina, sudah begitu banyak darah dan airmata yang mengalir, terutama karena sudah begitu banyak nyawa yang berterbangan secara sia-sia.
Dunia internasional hanya ingin Negara Palestina itu bisa terbentuk secepatnya sehingga lika-liku perundingan damai jangan sampai tersandung oleh kerikil-kerikil tajam.
Dunia internasional seakan menutup mata pada tingginya resiko yang harus ditanggung oleh Israel jika mereka melonggarkan atau membuka blokade di Jalur Gaza.
Kenyataan bahwa Israel hidup berdampingan secara sangat amat “dekat” dengan Hamas yang bersenjata , seakan dianggap tak berarti apa-apa oleh dunia internasional.
Standar ganda diberlakukan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa.
Hamas tetap dinyatakan sebagai kelompok atau organisasi TERORIS dan ketentuan yang menyatakan Hamas adalah TERORIS belum dicabut oleh PBB sampai dengan saat ini ).
Kasarnya, dunia internasional mengharuskan Israel bisa dan mau hidup berdampingan dengan KELOMPOK TERORIS.
Pertanyaannya, siapa sebenarnya yang mau dibela dan dipentingkan oleh PBB dan komunitas internasional yang merasa sangat mencintai BANGSA PALESTINA di Jalur Gaza ?
Foto : Sayap militer HAMAS tanggal 6 Oktober 2010 di Gaza ( Getty Images)
Ketentuan yang mengatakan Hamas adalah ORGANISASI TERORIS itu menjadi kerikil utama yang akan terus menerus menjadi batu sandungan dalam setiap proses perdamaian antara Israel dan Palestina.
Cabut dulu ketentuan itu !
PBB, Amerika dan semua pihak yang beramai-ramai mengatakan bahwa HAMAS adalah ORGANISASI TERORIS harus segera mencabut ketentuan itu.
Setelah dicabut, libatkan Hamas dalam proses perundingan damai.
Dan kalau ketentuan itu dicabut, PBB dan komunitas internasional lainnya bisa ikut mengontrol Hamas agar jangan lagi melakukan berbagai provokasi berbentuk apapun ke wilayah Israel.
Diterapkan ketentuan bahwa Hamas adalah ORGANISASI TERORIS menjadi pembenaran bagi dunia bahwa yang namanya organisasi teroris tidak boleh diajak berunding secara langsung.
Keadaan seperti ini sudah harus diakhiri.
Hentikan tekanan yang sangat berlebihan kepada Israel.
Jangan hanya Israel yang terus menerus dicaci-maki dan dilempari dengan seribu satu macam tuntutan sangat sinis.
Lanjutkanlah proses damai dengan langkah-langkah yang sangat berarti.
Dan pastikanlah prajurit GILAD SHALIT yang sejak tahun 2006 lalu ditawan oleh HAMAS, bisa segera dibebaskan.
Membebaskan satu orang tawanan saja, kok sangat sulit sekali.
Heran, entah dimana letak kendala pembebasan prajurit yang malang ini.
Jadi sekali lagi yang perlu ditekankan disini kepada Perserikatan Bangsa Bangsa, cabutlah ketentuan bahwa Hamas adalah organisasi TERORIS.
Kemudian setelah ketentuan itu dicabut atau dianulir, desaklah semua kekuatan di Palestina untuk bersatu dan selalu SATU SUARA dalam diplomasi luar negeri mereka.
Dan negara manapun yang memberikan sumbangan keuangan kepada PALESTINA, pastikanlah bahwa sumbangan itupun bisa dibagi rata dengan pihak Hamas.
Kondisi keuangan Hamas yang perlahan-lahan dibuat membaik, pasti akan sangat berpengaruh untuk kesejahteraan rakyat mereka di Jalur Gaza.
Hamas juga harus diberi pengertian bahwa mereka sudah tidak boleh lagi melemparkan mortar, granat atau apapun yang mengandung “BAHAN PELEDAK” ke wilayah Israel.
Sebab, maaf-maaf kata, Israel ini adalah sebuah negara yang kadar kegilaannya lumayan tinggi.
Inilah negara yang paling tidak bisa digertak atau ditakut-takuti oleh pihak manapun.
Tetapi itikat baik Israel untuk mau diundang dalam forum-forum dialog perdamaian, harus dimanfaatkan oleh semua pihak.
Jadi, singkat kata, semoga di hari baik dan bulan baik dari para pemimpin dunia yang berulang tahun di bulan Oktober ini, akan memberikan pertanda yang baik juga untuk perundingan damai antara Israel dan Palestina.
Terutama untuk Perdana Menteri Netanyahu.
Happy Birthday, Bibi.
Lanjutkanlah gerakan perdamaian itu secara nyata dan tanpa kepalsuan apapun di permukaan kehidupan ini.
Tak akan ada artinya kalau Perdana Menteri Netanyahu mengulangi penegasannya bahwa ia ( dan Israel ) sungguh-sungguh ingin berdamai.
Bibi harus mengingat satu hal bahwa “ DUNIA PERLU BUKTI, BUKAN JANJI”.
Buktikanlah bahwa perdamaian itu bukan cuma sekedar ILUSI.
יום הולדת שמח
(MS)