November 16, 2010

Banyak Kali Cakap Kau Gayus, Jangan Pojokkan Institusi Polri & Kejaksaan


Gayus Halomoan Tambunan (kanan) saat menyamar berpergian ke Bali

Dimuat juga di KATAKAMI.WORDPRESS.COM

Oleh : Mega Simarmata, Pemimpin Redaksi KATAKAMI.COM



Jakarta 16/11/2010 (KATAKAMI) — Barangkali yang tidak dimiliki oleh media lain adalah kesempatan untuk bisa masuk sampai ke bagian dalam Rutan Cipinang Cabang Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.

KATAKAMI.COM adalah satu dari sangat sedikit media yang beruntung bisa masuk sampai ke bagian dalam Rutan ini.

Tidak semua tahu bahwa sebenarnya Rutan di Mako Brimob ini adalah perpanjangan-tangan dari LP Cipinang.

Sehingga dalam penulisannya harus disebutkan Rutan Cipinang cabang Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.
Begitu juga yang ada di Kejaksaan Agung.

Rutan yang ada disana adalah Rutan Cipinang Cabang Kejaksaan Agung.



Foto : Terdakwa kasus mafia pajak, Gayus Halomoan Tambunan saat menonton pertandingan tenis di Bali

Gayus ( mantan pegawai Ditjen. Pajak ) diketahui sudah tidak ada di tahanan sejak Rabu 3 November 2010. Polri baru mengetahui hal ini hari Minggu 7 November.

Gayus berhasil ditangkap di rumah mewahnya berharga miliaran rupiah di Kelapa Gading pada Minggu (7/11/2010) malam.

Kasus Gayus makin heboh setelah muncul foto pria mirip Gayus dan mirip istrinya sedang menonton tenis di Nusa Dua Bali pada 5 November pukul 21.00 WIB.

Wartawan foto dari harian KOMPAS bernama Agus Susanto adalah jurnalis yang sangat beruntung bisa mendapatkan kesempatan memotret keberadaan Gayus saat menonton pertandingan tenis antara petenis.
Bahkan wartawan KOMPAS lainnya berhasil juga memvideokan saat Gayus menonton pertandingan tenis antara petenis Jepang Kimiko Date Krumm melawan petenis Cina, Li Na di Hotel Westin, Bali.

Hal ihwal keberadaan Gayus di Pulau Dewata (Bali) adalah :


Hari Kamis pagi, Gayus terbang ke Denpasar dengan menggunakan pesawat Lion Air dan menginap di Hotel Westin. 

Di sana ia bukan hanya menginap tetapi juga menyaksikan pertandingan tenis yang kebetulan digelar di hotel tersebut. 

Gayus bahkan menyaksikan pertandingan dua hari berturut-turut sebelum kembali ke Jakarta pada hari Sabtu.

Pada hari Sabtu malam, Gayus masih sempat pergi untuk menghadiri resepsi perkawinan.

Di resepsi itu,  sosok keberadaan Gayus terlihat langsung oleh Wakil Kepala Kepolisian RI Komjen Jusuf Manggarabani, yang kemudian memerintahkan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri Komjen Ito Sumardi untuk mengecek keberadaan Gayus. 

Hasil inspeksi mendadak ke Rutan Mako Brimob itulah terungkap Gayus keluar dari tahanan dan Kabareskrim memerintahkan tim Detasemen Khusus 88 untuk mengembalikan Gayus ke Rutan Mako Brimob.



Foto : Terdakwa kasus mafia pajak, Gayus Halomoan Tambunan saat memotret menggunakan handphone-nya pertandingan tenis di Hotel Westin, Bali.

Kasus kaburnya Gayus Tambunan dari tahanan Mako Brimob makin panas dan mulai terkuak serentetan sogokan duitnya.

Seperti yang dimuat dalam website Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang mengutip pemberitaan Tribun News (11/11/2010),  Mantan Kepala rutan Mako Brimob yang kini dinonaktifkan Kompol Iwan Siswanto mengaku kepada penyidik dirinya menerima “siraman” dari Gayus.

Iwan kepada penyidik direktorat tindak pidana korupsi Bareskrim Polri mengaku mendapatkan uang sekitar Rp 370 juta dari Gayus.

Jumlah sebesar itu diperolehnya sejak Juli hingga Oktober 2010.

Gayus menurut Iwan, sudah mulai melakukan aksi menyuap dirinya dan anak buahnya (Iwan) untuk dapat mengirup udara kebebasan sejak Juli lalu.

Sejak itu pula Gayus tak pernah berada di rutan Mako Brimob kecuali dirinya hendak menjalani sidang keesokan harinya. “

Juli dia dapat Rp 3,5 juta perminggu dan Rp 50 juta perbulan,” ujar sumber Tribunnews, Rabu (10/11).
Gayus memang mengelompokkan “sogokan” kepada Iwan dalam dua bentuk.

Mingguan dan bulanan.

Uang untuk Iwan itu bertambah pada Agustus 2010. Kala itu, Iwan mendapatkan uang sebesar Rp 5 juta perminggu dan Rp 100 juta perbulannya.

Sementara Iwan yang ditemui di tahanan mengakui dirinya memang mendapatkan uang sekitar Rp 300 juta dari Gayus Tambunan.

Plt Sekretaris Satgas anti mafia hukum Yunus Husein membenarkan informasi tersebut. “Ada transaksi Rp 50 juta perbulan,” tutur Yunus yang ditemui selepas acara Seminar Nasional UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, di Hotel Sultan, Rabu
(10/11/2010) siang.


Selain kepada Iwan, Gayus juga memberikan sejumlah uang kepada para penjaga rutan lainnya termasuk 8 orang yang menjadi terperiksa untuk mempermulus “kebebasannya” itu.
 
Kepada para penjaga rutan bawahan Iwan, Gayus memberi masing-masing Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta perminggunya. Gayus sengaja tidak memberi “jatah” bulanan karena sistem tugas penjaga-penjaga rutan itu yang shift-shiftan.

Menurut sumber, atas perbuatannya itu Iwan kini berstatus tersangka dalam kasus suap.

Sebelumnya dia juga mendapat status terperiksa dalam pelanggaran disiplin dan kode etik profesi Polri bersama Briptu BH, Briptu DA, Briptu DS, Briptu AD, Bripda ES, Bripda JP, Bripda S, Bripda B. “Pelanggaran disiplinnya adalah Pasal 3 huruf g, Pasal 4 huruf d dan f, Pasal 5 huruf a, Pasal 6 huruf q dan w dari peraturan pemerintah nomor 2 tahun 2003 tentang peraturan disiplin anggota Polri,” ungkap Karo Penmas Humas Polri Brigjen Pol Ketut Untung Yoga Ana.

“Dipersangkakan juga sebagai terperiksa dalam pelanggaran kode etik profesi Polri yaitu Pasal 5 huruf a, Pasal 7 ayat 1 peraturan Kapolri nomor 7 tahun 2006 tentang kode etik profesi Polri,” katanya lagi. 

Mereka dijerat pasal-pasal tersebut karena dipastikan telah melanggar kode etik profesi dan disiplin dan lalai dalam menjalankan tugasnya dalam menjaga Gayus Tambunan.



Foto : Terdakwa kasus mafia pajak Gayus Halomoam Tambunan menangis saat ia mengakui kepada Ketua Majelis Hakim Albertina Ho di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (15/11/2010) bahwa ia memang pergi ke Bali. Sambil mencucurkan air mata, Gayus mengaku menyesal atas perbuatannya itu. ( Foto : DETIK )
 

Yang menarik untuk di bahas dalam tulisan ini adalah “keluguan” Gayus yang nyanyi di persidangan bahwa memang betul ia berpergian ke Bali.

Dan ternyata setelah diusut, keluar masuknya Gayus dari Rutan di Mako Brimob sejak Juli 2010 sampai November 2010 adalah sebanyak 68 kali.
 
Pertanyaannya, mengapa baru (di) bocorkan kepada media setelah Gayus keluar untuk yang ke 68 kalinya ?

Pertanyaan selanjutnya (kali ini lebih tepat kalau Gayus sendiri yang menjawab), apakah dia tidak tahu bahwa di setiap sudut Rutan Mako Brimob itu terpasang sejumlah alat penyadap dan kamera dari beberapa institusi.

Paling tidak, patut dapat diduga ada alat penyadap dan kamera pemantau dari Mabes Polri sendiri ( sebagai institusi yang diberi kepercayaan oleh Departemen Hukum dan HAM untuk menjadi cabang LP Cipinang).

Kemudian, patut dapat diduga disitu juga adalah kamera pemantau dan alat penyadap dari Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) karena sejak beberapa tahun terakhir ini KPK sangat banyak menitipkan tahanan mereka di rutan ini. 

Sehingga sangat wajar kalau misalnya patut dapat diduga, KPK memasang sejumlah perangkat teknologi mereka di sana.

Lalu pihak ketiga yang paling SPEKTAKULER peralatannya di Rutan Mako Brimob adalah DETASEMEN KHUSUS 88 ANTI TEROR POLRI. 

Sebab sudah sejak beberapa tahun yang lalu, Rutan di Mako Brimob ini adalah tempat penahanan dari hasil-hasil tangkapan Tim Anti Teror Polri.

Dan barangkali karena “keluguan” Gayus itu jugalah, bisa jadi ia tidak tahu bahwa sebenarnya para petugas yang menjaga Rutan yang satu ini mayoritas berasal dari DETASEMEN KHUSUS 88 ANTI TEROR POLRI ( Densus ).

Mungkin, Gayus perlu di ingatkan ketika KPK menghadirkan rekaman penyadapan antara Artalyta Suryani yang ditahan di Rutan Bareskrim Polri dengan mantan jaksa Urip Tri Gunawan yang ditahan di Rutan Polda Metro Jaya.

(Urip Tri Gunawan hanya sebentar di tahan di Polda Metro Jaya, selanjutnya ia jauh lebih lama di tahan di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok).

Sehingga, jangan heran kalau percakapan antar kedua terdakwa kasus korupsi yang masing-masing berada dalam tahanan pun, tetap tersadap dengan “baik” berkat kecanggihan teknologi.



Foto : Salah satu jenis " GSM INTERCEPTOR" ( Alat Penyadap GSM )


Kalau KPK, mereka pasti hanya akan menyadap pada orang-orang yang memang patut dapat diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus-kasus yang memang sedang mereka tangani.
Penyadapan memang diizinkan dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. 

Pasal 12 ayat 1 huruf a UU itu menyebutkan, dalam melaksanakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, KPK berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.

Tapi bagaimana dengan Tim Anti Teror Polri ?

Sistem penyadapan dalam urusan pemberantasan terorisme, melebar bagaikan gurita yang memang sangat jauh menjangkau siapapun yang secara logika tak ada kaitannya dengan aksi terorisme itu sendiri.

Sumber KATAKAMI.COM dari kalangan perwira tinggi di Mabes Polri pernah memberitahukan bahwa untuk mengungkapkan kasus peledakan bom di Hotel JW Marriot tahun 2003 saja, ada sekitar 2 juta nomor telepon yang tersadap oleh Tim Anti Teror Polri untuk memantau para tersangka pelaku kasus peledakan bom ini.

Masih menurut sumber KATAKAMI.COM dari kalangan perwira  tinggi di Mabes Polri, gembong teroris Noordin M. Top sudah sangat mengetahui bagaimana kecanggihan perangkat penyadapan yang digunakan oleh Tim Anti Teror Polri ini.

Sehingga, Noordin M. Top harus berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang berbeda-beda setiap kali ia hendak melakukan pembicaraan telepon, mengirim sms, menerima atau membaca sms dan ( atau ) melakukan kegiatan lainnya.

Maksudnya, lokasi tempat Noordin menerima panggilan telepon tidak akan sama dengan lokasi tempat dimana Noordin akan mengirim atau membaca sms.

Jadi kalau berbicara soal sistem penyadapan di lingkungan Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, patut dapat diduga siapapun yang ada disana harus mengetahui bahwa tidak akan ada satupun dari mereka yang bisa lepas dari aksi penyadapan yang dilakukan secara rahasia.

Undang Undang memang mengizinkan dan membenarkan upaya penyadapan dalam kasus-kasus korupsi, terorisme dan kriminalitas.

Tetapi mengutip pernyataan Mantan Kabareskrim Komjen. Polisi Susno Duadji ( saat heboh kasus Cicak – Buaya tahun 2009 ), aksi penyadapan bisa dilakukan secara diam-diam.



Foto : Blok B Rutan di Mako Brimon, di Blok B inilah tahanan kasus korupsi titipan KPK ditahan, termasuk para tersangka kasus-kasus terorisme. Gayus Halomoan Tambunan juga di tahan di Blok B ini.


Yang ingin dikritik disini adalah masih rendahnya tingkat kesejahteraan dari para anggota TNI / POLRI / KEJAKSAAN ( khususnya anggota kepolisian karena tulisan ini terfokus pada perilaku para anggota kepolisian terkait kasus Gayus Tambunan).

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus membuka mata hati dan kedua matanya tentang realita kehidupan dari para aparat yang tingkat kesejahteraan hidupnya memang masih sangat minim.

Kebijakan tentang RENUMERASI hanya diperuntukkan bagi para anggota ( TNI / POLRI / KEJAKSAAN ) yang memang mendapat kesempatan menangani kasus-kasus atau tugas-tugas tertentu.
Kesempatan untuk mendapatkan rezeki lewat kebijakan RENUMERASI ini sangat tidak merata.

Dan walaupun disebut sangat tidak merata, realisasi dari RENUMERASI ini sendiripun sangat lamban dan seakan-akan tetap jauh di awang-awang.

Kami sangat concern tentang perlunya pemerintah memperhatikan dan mulai mementingkan pembahasan tentang keseriusan meningkatkan kesejahteraan anggota TNI, POLRI dan KEJAKSAAN.

Bagi kalangan luas, barangkali tidak merasakan bagaimana pahit getirnya hidup sebagai aparat TNI, POLRI atau Kejaksaan dengan tingkat kesejahteraan yang sangat minim.

Dengan dalih bahwa kemampuan negara masih sangat terbatas, negara seakan memaksa para abdi negara ini untuk NRIMO atas nasib mereka yang sangat mengenaskan.

Tingginya harga-harga kebutuhan pokok, biaya transportasi, biaya sekolah anak, ongkos berobat, anggaran hiburan untuk keluarga ( khususnya anak-anak), semuanya ini tidak mengenal istilah NRIMO dan KOMPROMI terhadap keterbatasan negara dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Terutama para abdi negara yang mengorbankan jiwa raganya untuk kepentingan bangsa, negara dan rakyat Indonesia.

Gaji para anggota TNI, POLRI dan KEJAKSAAN ini di tingkat bawah ( take home pay ) hanya sekitar Rp. 1 sampai 2 juta.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga tidak perlu “kebakaran jenggot” alias marah besar tentang keluar masuknya Gayus Tambunan di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua.

Barangkali karena segan, takut dan tetap menjunjung tinggi prinsip EWUH PAKEWUH maka fakta tentang bagaimana perilaku besan presiden (Aulia Pohan) saat masih ditahan di Rutan Mako Brimob ini tidak dibocorkan.



Foto: Jenderal Timur Pradopo diambil sumpahnya di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjadi Kapolri yang baru di Istana Merdeka ( 22/10/2010)


Kini, semua dikembalikan kepada Kapolri yang baru Jenderal Timur Pradopo.


Beliau harus mampu secara tegas melakukan pembenahan di dalam internal Mabes Polri.

Tidak berarti karena gaji anggota kepolisian sangat amat rendah maka masalah moralitas dan integritas dikorbankan demi lembaran-lembaran uang.

Pengabdian memang tidak mengenal batas ruang dan waktu.

Pengabdian para anggota kepolisian memang patut diacungi jempol tetapi jagalah moralitas dan integritas.

Kapolri harus memerintahkan Wakapolri Komjen. Jusuf Manggabarani untuk “mengikuti” secara dekat proses pembenahan internal secara radikal.

Ada apa dengan Densus 88 Anti Teror Polri yang tidak melaporkan hasil penyadapan mereka secara informal kepada pimpinan tertinggi jika dari kecanggihan teknologi sudah dideteksi bahwa tahanan kelas kakap bisa 68 kali keluar masuk dari Rutan Mako Brimob yang dianggap layak menjadi penjara bagi para tersangka TERORIS.

Berdasarkan RESTRUKTURISASI maka posisi Densus 88 Anti Teror berada lansgung di bawah Kapolri.

Maka Densus 88 Anti teror, WAJIB HUKUMNYA tunduk, patuh, loyal dan sepenuhnya memberikan laporan yang transparan tentang apapun juga yang diketahui oleh Densus 88 Anti Teror Polri.
Hormati pimpinan tertinggi yang kini sudah berganti di dalam INSTITUSI POLRI.

Dan jangan ada siapapun juga didalam internal Polri ( termasuk barangkali perwira tinggi Polri yang bertugas di luar institusi Polri tetapi masih bisa mengakses teknologi Tim Anti Teror Polri), yang berkeinginan mempermalukan Jenderal Timur Pradopo.

Begitu juga dengan Pelaksana Tugas (Plt) Jaksa Agung DARMONO.

Kejaksaan Agung juga harus melakukan introspeksi diri sebab kaburnya Gayus dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ke Bandara untuk terbang ke Bali adalah saat berada dalam pengawasan Tim JAKSA PENUNTUT UMUM (JPU).

Secara fisik, proses persidangan yang dijalani Gayus yaitu urusan antar jemput para terdakwa dari lokasi rutan ke pengadilan ( PP ) ada di tangan para JAKSA.

Mengapa “baik hati” sekali kalangan JAKSA yang ada di ring satu Gayus Halomoan Tambunan dalam tragedi “WESTIN” ini ?

Peran JAKSA kurang disorot media karena semua sedang fokus menghantam POLRI secara institusi.
Padahal bobot kesalahan yang paling besar dalam urusan tragedi “WESTIN” ini ada di tangan JAKSA, bukan POLISI.

Walaupun misalnya polisi mengizinkan tetapi kalau JAKSA yang ada di ring satu GAYUS saat dalam perjalanan pulang dari Pengadilan (yang harusnya langsung kembali ke Rutan Mako Brimob), mengapa justru Tuan Muda Gayus diantar dan dibiarkan melenggang kangkung ke tempat manapun yang mau dia datangi.

Hei JAKSA, bobot kesalahan terbesar dan terberat dalam kasus WESTIN ini ada di tangan kalian.



Foto : Slogan Ditjen Pajak, "APA KATA DUNIA, HARE GENE TAK BAYAR PAJAK ?" tetapi ternyata pegawai Pajak sendiri menjadi terdakwa kasus mafia pajak yang paling kontroversial


Dan khusus untuk Gayus Halomoan Tambunan.

Mengikuti gaya bicara orang Medan, yang bisa dikatakan kepada terdakwa kasus mafia pajak ini adalah :
“BANYAK KALI CAKAP KAU, GAYUS !”

Kau tak perlu menyeret-nyeret nama para tahanan lain.

Berkacalah pada dirimu sendiri.

Jangan gunakan lagi kata atau istilah “SEMUA (TAHANAN)” bisa keluar masuk dari rutan dengan budaya setor-menyetor uang.

Mantan Kapolri Rusdiharjo dan Mantan Deputi Badan Intelijen Negara (BIN) Mayjen Muchdi Pr saja pernah ditahan di Mako Brimob, Kepala Dua.

KATAKAMI.COM berulang kali masuk ke dalam Rutan Mako Brimob selama berbulan-bulan pada periode tahun 2008 untuk melakukan investigasi dalam kasus suap mantan jaksa Urip Tri Gunawan.
Kami tahu persis bahwa Mantan Kapolri Rusdiharjo dan Mayjen. Muchdi Pr tertib untuk tetap berada didalam tahanan.

Keduanya bahkan selalu rutin melaksanakan ibadah sholat jumat bersama di Mesjid yang ada di Mako Brimob ( dengan dikawal oleh petugas bersenjata ).

Memang masing-masing tahanan akan merasa stres bila dikurung dalam penjara.

Itu sebabnya, pernah pada suatu ketika ( di tahun 2008 ) ada seorang tahanan KPK yang sedang ditahan di Rutan Mako Brimob keluar di siang bolong untuk lari di lapangan dengan menggunakan busana olahraga lengkap dan sepatu olahraga.

Yang dimaksud oleh Gayus Halomoan Tambunan bahwa Komjen. Susno Duadji dan Kombes Wiliardi Wizard juga “keluar masuk” tahanan, jangan juga disalah-artikan.

Yang namanya atasan, komandan atau senior, di institusi manapun pasti akan sangat murah hati pada anggota atau bawahan mereka.

Sepanjang yang kami ketahui, patut dapat diduga Komjen Susno Duadji dan Kombes Wiliardi Wizard “dibiarkan” pulang ke rumah pribadi mereka adalah untuk penyaluran kebutuhan biologis terkait “keharmonisan keluarga”.

Dengan situasi dan kondisi dimana masing-masing ruangan / sel yang telah terpasang dengan kamera pemantau serta alat penyadap, apakah tega para petugas penjaga di Rutan itu membiarkan para “komandan” haus kasih sayang isteri mereka ?

Dan apakah mereka tega membiarkan para “komandan” bermesraan pada pasangan mereka terpantau dan terekam di kamera dari sekian banyak elemen yang berkepentingan untuk memasang peralatan teknologi pemantau mereka disana ?

Jadi sekali lagi, yang paling tepat untuk disampaikan kepada mantan pegawai Ditjen. Pajak yang sangat kontroversial ini adalah :

“BANYAK KALI CAKAP KAU, GAYUS !”

Kau tak perlu terus menerus memojokkan institusi POLRI dan KEJAKSAAN.

Jangan karena kau merasa memiliki banyak uang maka kau bisa membeli (untuk merusak) moralitas dan integritas dari aparat penegak hukum di negeri ini.

Atau jangan-jangan, Gayus Halomoan Tambunan ini paling cocok kalau ditahan di LP Batu, Nusa Kambangan ( tempat dulu terpidana kasus terorisme AMROZI CS ditahan).

Pertimbangkanlah mengirim Gayus ke Nusa Kambangan sana.

Daripada terus menerus bikin onar yang sangat murahan dan kotor !


(MS)